Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 - 2025, tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis
Gangguan
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Bentuk gangguan yang sangat menyolok adalah penurunan perilaku yang secara lengkap disebut perilaku sosial (social skill) dan perilaku ini dapat dirinci lebih lanjut menjadi:
ADL (Activity of Daily Living yaitu kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri) dimulai dari bangun tidur, mandi, berpakaian dan seterusnya sampai pergi tidur kembali, pokoknya segala kegiatan orang untuk mengurus kebutuhannya sendiri.
Perilaku Okupasional yaitu perilaku yang dilaksanakan seseorang untuk menjalankan kehidupannya untuk bekerja dan mencari nafkah, yaitu sekolah, bekerja, berorganisasi, menjalankan ibadah, mengisi waktu luang.
Partisipasi sosial yaitu perilaku seseorang untuk hidup bermasyarakat seperti mematuhi kewajiban sebagai warga masyarakat, misalnya mengurus KTP, SIM, Kerja Bakti, berorganisasi sosial, menghadiri undangan dan sebagainya.
Pada umumnya gejala yang tampak pada demensia adalah:
Terganggunya fungsi daya ingat yang makin lama makin berat terutama daya ingat jangka pendek. Ingatan masa lalu masih tetap baik dan bertahan.
Terganggunya fungsi berfikir antara lain : aphasia, apraxia, agnosia, atau gangguan fungsi eksekutif.
Penurunan fungsi daya ingat dan daya pikir ini menimbulkan gangguan fungsi kehidupan sehari-hari (mandi, berpakaian, kebersihan diri, buang air besar/kecil,
Adapun penyebab kedua gangguan tersebut diatas adalah:
Perubahan zat-zat kimia di otak (neurotransmitter)
Pengkerutan volume otak akibat kerusakan/kematian sel otak.
Kepribadian pasien Pra Morbid
Ketahanan (Resiliance) pasien terhadap perubahan hidup yang terjadi.
Faktor lingkungan termasuk pengasuh.
Menghadapi Pasien Dimensia
Tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan jika menghadapi pasien demensia adalah sebagai berikut:
1. Terapi Obat dengan pengawasan dokter
2. Terapi non obat, berupa:
Intervensi Lingkungan
Intervensi Perilaku
Intervensi Psikologis
3. Terapi Lainnya:
Aktivitas keagamaan
Mengembangkan hobby yang ada seperti melukis, memasak, main musik, berkebun, fotografi
Intervensi Lingkungan:
Penyesuaian fisik (bentuk ruangan, warna, alat yang tersedia)
Penyesuaian waktu (membuat jadwal rutin)
Penyesuaian lingkungan malam hari (mandi air hangat, tidur teratur)
Penyesuaian indera (mata, telinga)
penyesuaian nutrisi (makan makanan dgn gizi seimbang)
Intervensi Perilaku:
1. Wandering:
Yakinkan dimana keberadaan pasien
Berikan keleluasaan bergerak di dalam dan di luar ruangan
Gelang pengenal " Hendaya Memory".
2. Agitasi dan Agresivitas:
Hindari situasi yang memprovokasi
Hindari argumentasi
Sikap kita tenang dan mantap
Alihkan perhatian ke hal lain.
3. Sikap dan pertanyaan yang berulang:
Tenang, dengarkan dengan baik, jawab dengan penuh pengertian. Bila masih berulang, acuhkan dan usahakan alihkan perhatian ke hal yang menarik pasien.
4. Perilaku seksual yang tidak sesuai/wajar:
Tenang dan bimbing pasien keruang pribadinya.
Alihkan ke hal yang menarik perhatiannya.
Bila didapatkan dalam keadaan telanjang, berilah baju / selimut untuk menutupi badannya. Bantu mengenakan baju kembali.
Intervensi Perilaku:
1. Intervensi psikologis dapat berupa psikoterapi untuk mengurangi kecemasan, memberi rasa aman dan ketenangan, dalam bentuk :
Psikoterapi individual
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
2. Untuk caregiver (pengasuh) diperlukan :
Dukungan mental
Pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian.
Kemampuan menerima kenyataan (realistik).
3. Mengatasi mudah "Lupa", lakukan:
Latihan terus-menerus, berulang-ulang
Tingkatkan perhatian
Asosiasikan hal yang diingat dengan hal yang sudah ada dalam otak.(jp)
dll)
Makin lama gangguan yang terjadi semakin berat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar